Pesan Terakhir
Pagi yang cerah menyambutku hari ini. Begitu juga senyuman hangat dari Icha
yang sedang menungguku di depan kelas. Aku menghampirinya, lalu kusapa dia
dengan senyuman yang tak kalah hangat. Yap,…dialah Icha, teman baikku. Kami memang
dekat sejak pertama masuk sekolah menengah atas.
Akan tetapi akhir-akhir
ini kulihat senyum itu jarang menyapaku. Icha tampak murung. Dia juga sering
melamun. Sepertinya dia sedang punya masalah yang sulit untuk diselesaikan.
Setiap aku suruh dia cerita, dia selalu manjawab ‘aku baik-baik saja,La’.
Ketika sore hari, Icha
datang ke rumahku. Dia tiba-tiba menangis. Aku mencoba menenangkannya. Kuharap
dia mau berbagi cerita denganku. Setelah berhenti menangis, akhirnya Icha mau
bercerita tentang masalahnya.
“ La, orang tuaku
bercerai;” ungkap Icha.
“ Apa????” aku sangat
kaget mendengarnya.
“ Sebenarnya sudah lama
mereka bertengkar. Aku sengaja nggak cerita ke kamu. Aku malu sama kamu, La.
Ini semua adalah kesalahan ayah. Ayah selingkuh, La. Mama juga salah, karena
mama selalu sibuk dengan pekerjaannya. Sampai lupa akan suami dan anak-anaknya.
Akhirnya mereka memilih untuk bercerai. Aku benci mereka, La! Mereka semua
egois, nggak pernah peduli perasaanku,” air mata Icha kembali menetes.
“ Kamu nggak boleh seperti
itu, Cha! Ini semua cobaan buat kamu. Kamu harus sabar menghadapinya!”
“ Aku nggak kuat kalau
harus menghadapi ini sendirian,La.”
“ Masih ada aku, dan
tentunya keluargamu yang lain, Cha. Jadi kamu nggak perlu takut.”
“ Aku mau buat ulah, La.
Supaya mereka merhatiin aku. Apapun akan kulakukan supaya mereka peduli sama
aku. “
“ Jangan halangi
niatku, La!” Icha langsung mengambil tasnya dan keluar tanpa pamit dulu.
Wajahnya memerah karena dia benar-benar marah. Aku hanya bisa diam, tak kuasa
menahannya. Aku takut sekali kalau-kalau Icha sampai melakukan hal konyol demi
mendapat perhatian orang tuanya.
Semenjak kejadian
kemarin aku jarang sekali melihat Icha. Ketika bertemu, aku sudah berusaha
untuk mendekatinya, tapi dia selalu menghindar dariku. Aku diberitahu teman
sekelas Icha kalau dia sering membolos saat jam pelajaran. Pantas saja kemarin
ketika aku sedang ke lab untuk praktikum, aku memergoki Icha sedang nongkrong
di kantin dengan gerombolan Karen dkk. Astaga,… mereka adalah anak-anak yang
terkenal paling bandel di sekolah ini. Aku takut Icha terpengaruh oleh mereka.
Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
@#@
Hari ini aku berangkat
sekolah lebih pagi. Aku sengaja menunggu Icha di depan gerbang sekolah. Pukul
06.55 Icha baru muncul. Langsung saja ku tarik dia menuju belakang pos satpam.
“ Ada apa, La?” tanya
Icha ketus.
“ Lihat dirimu, Cha!
Kamu sekarang berubah. Kenapa kamu mau-maunya bergaul dengan Karen??? Kamu mau
terjerumus seperti mereka?”
“ Apa pedulimu?!?!”
“ Kamu teman baikku, Cha. Aku nggak mau kamu
seperti ini”
“ Udahlah, La! Hidupku udah nggak ada gunanya
lagi. Kamu nggak usah peduli sama aku. Urus saja dirimu sendiri!”
Icha pergi begitu saja. Aku ingin menyusulnya,
tapi langkahnya begitu cepat sehingga aku tidak bisa menyusulnya. Ku putuskan
untuk masuk ke kelas karena bel jam pertama sudah berbunyi.
Aku sudah berusaha mengingatkannya. Usahaku ternyata
hanya sia-sia. Icha tetap bergaul dengan Karen. Setiap hari banyak terdengar
gosip buruk tentang dirinya yang semakin sering melanggar aturan sekolah. Icha
yang dulu baik dan ceria berubah menjadi Icha yang sama sekali tak kukenal.
@#@
Aku sedang asyik memperhatikan panjelasan Pak
Guru yang sedang menjelaskan tentang sejarah Perang Dunia ke II. Tiba-tiba
terdengar sebuah keributan di dekat aula. Perasaanku sungguh tidak enak. Aku
bergegas menuju ke sumber keributan. Aku menerobos kerumunan anak-anak yang
sedang ramai menonton sesuatu dengan susah payah. Setelah itu kudapati
seseorang sedang tergeletak dengan mulut penuh busa. Sepertinya wajah itu tidak
asing bagiku. Dia itu Icha! Ya Allah,… Tim medis yang baru datang dengan
cekatan menggotong Icha dan membawanya ke rumah sakit. Ku dengar dia tadi di
temukan pingsan di kamar mandi dalam keadaan sakaw. Hatiku teriris
mendengarnya.
Aku lalu menyusulnya ke rumah sakit bersama
beberapa teman yang lain. Setelah sampai di UGD aku mendapati kedua orang tua
Icha sedang cemas menunggu kabar dari dokter. Satu jam telah berlalu. Dokter
tak kunjung keluar dari ruang UGD. Kami hanya bisa berdo’a untuk keselamtan
Icha.
Seseorang dengan jas putih dengan peluh di
dahinya membuka pintu. Dia adalah orang yang sedang kami tunggu. Mama Icha
berlari mendekatinya.
“ Gimana keadaan anak saya, Dok?” tanya mama Icha
dengan menangis tersedu-sedu.
“ Kami
sudah berusaha semampu kami, Bu. Tapi Tuhan berkehendak lain. Nyawa anak ibu
tidak tertolong. Maafkan kami.”
“ Tidaaaak!!!!”
Bagai tersambar petir ketika aku mendengar
berita dari dokter. Aku tak percaya Icha pergi secepat ini. Kepalaku mulai
terasa pening memikirkan semuanya. Setelah itu aku sudah tidak tahu lagi apa
yang terjadi. Aku sudah tidak dapat berfikir lagi. Dan aku jatuh pingsan.
Ketika tersadar aku sudah berada di dalam
kamarku. Bunda berada di sampingku. Beliau lalu membelaiku dangan lembut. Aku
bangun dan memeluknya.
“ Bun, kenapa Icha pergi?” aku menangis.
“ Itu sudah menjadi takdir Tuhan, La. Kamu
harus meengikhlaskan kepergiannya.”
“ Aku merasa bersalah karna aku tidak bisa
mencegahnya untuk tidak berbuat nekat,Bun.”
“ Yang penting kamu sudah berusaha semampu
kamu, La. Ini pilihan yang diambil Icha. Kamu nggak bisa merubahnya. Oh ya,
bunda tadi menemukan sebuah surat jatuh dari tasmu,” lalu bunda memberikan
surat tersebut padaku. Ku buka dengan perlahan-lahan.
Bandung,
15 Oktober 2011
Teruntuk sahabatku.
Salam
sayang.
La,
aku minta maaf kalau selama ini aku banyak salah sama kamu. Kamu mau kan maafin
aku? Mungkin ketika kamu baca surat dari aku, aku udah nggak ada lagi di
sampingmu. Sekali lagi maafin aku!
La,
aku sudah terjebak. Aku udah nggak bisa
menghindarinya. Aku ngedrugs, La. Awalnya aku nggak mau. Tapi Karen terus
memaksaku sampai akhirnya aku mau mencoba. Ketika mengkonsumsi, sungguh
membuatku merasa tenang dan aku bisa melupakan semua masalahku. Semakin lama
aku ketagihan, dan aku nggak bisa berhenti. Dan aku tahu ini akan berdampak
buruk bagi kesehatanku.
Cha,
aku minta tolong sama kamu. Tolong sampaikan ini ke orang tuaku,
‘Pa, Ma, aku sayang sama kalian.
Aku harap kalian mau menjaga Rendi dengan baik, kasih perhatian yang banyak
buat dia. Jangan buat dia sakit hati! Walaupun kalian sudah bercerai, kalian
harus tetap akur. Aku juga minta maaf kalau aku belum bisa membahagiakan
kalian. Aku sudah lelah. Terima kasih atas semua pengorbanan kalian. Icha.’
Makasih
buat semuanya ya, La.
Icha
“ Cha, kenapa kamu seperti ini?” air
mataku semakin deras. Bunda memelukku dan menenangkanku.
@#@
Setelah pamakaman Icha selasai, aku
menemui orang tuanya. Kusampaikan semua pesan Icha. Mereka menangis
mendengarnya. Terpancar sinar kekecewaan yang mendalam dari wajah mereka. Ku
harap mereka menyadari akan kesalahan mereka dan berusaha untuk lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar